BI Rate Naik, BCA Pantau Likuiditas Sebelum Naikkan Bunga Deposito

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) akan mempertimbangkan kondisi likuiditas sebelum menaikkan suku bunga deposito. Hal ini sejalan dengan Bank Indonesia yang menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%.

Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, jika pihaknya membutuhkan tambahan likuiditas, suku bunga deposito akan dinaikkan sedikit demi sedikit, mengikuti kenaikan suku bunga BI.

“Selama likuiditas cukup, kemungkinan akan sangat lambat karena kenaikan suku bunga Bank Indonesia. Tapi jika dana besar dibutuhkan untuk menambah likuiditas kita, kita akan berusaha menaikkan suku bunga deposito sedikit demi sedikit,” katanya. ujar Direktur Utama BCA Jahja Setiatmadja dalam pemaparannya, Kamis (26/1).

Dia menambahkan, tingginya suku bunga di berbagai negara menjadi tantangan bagi perbankan nasional dalam menghimpun dana pihak ketiga (DPK). Sebab, hal itu akan meningkatkan imbal hasil surat berharga seperti SBN dan ORI. “Ini tantangan bagi DPK, untuk deposito,” ujarnya.

Sedangkan BCA masih menetapkan bunga deposito 2% untuk deposito rupiah dengan tenor 1-12 bulan dan deposito di bawah Rp 100 miliar. BCA memberikan bunga lebih tinggi untuk simpanan di atas Rp 100 miliar, yaitu 2,1%.

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan keputusan menaikkan suku bunga merupakan langkah untuk meredam inflasi domestik. Meski masih lebih rendah dari negara lain, inflasi Indonesia masih di atas 3%.

“Kebijakan ini untuk memastikan inflasi inti tetap berada di kisaran 3±1% pada semester I 2023,” ujarnya. BI optimistis kenaikan suku bunga mampu mengendalikan inflasi secara umum di kisaran 2-4% pada paruh kedua tahun ini. Kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah juga akan diarahkan untuk mengendalikan barang-barang impor.

Sebagai informasi, BCA dan anak usaha membukukan laba bersih Rp 40,7 triliun pada 2022, naik 29,6% secara tahunan (year-on-year/YoY). Rasio pinjaman berisiko (LAR) turun menjadi 10%, dibandingkan 14,6% pada 2021. Sementara itu, rasio pinjaman bermasalah (NPL) turun menjadi 1,7% dari 2,2% pada 2021.

Sementara itu, CASA meningkat 10,6% YoY menjadi Rp847,9 triliun per Desember 2022, memberikan kontribusi hingga 82% dari total DPK. Secara keseluruhan, total DPK meningkat 6,5% YoY menjadi Rp1.040 triliun. Total aset meningkat 7,0% YoY menjadi Rp 1.315 triliun.